Haryo Fajar Bhagaskoro
54414833
1IA17
1.Makna keindahan adalah Sifat sifat yang merujuk
kepada sesuatu yang indah dimana manusia mengekspresikan perasaan indah
tersebut melalui berbagai hal yang mengandung unsure estetis yang dinilai
secara umun oleh masyarakat.contoh : seseorang mebuat dekorasi/membuat Grafity
2.Makna renungan adalah seseorang yang sedang berdiam
diri dan berserah diri kepada Allah SWT atau pun berdiam diri untuk mengoreksi
diri agar menjadi manusia yang lebih baik lagi.contoh : setelah pulang
kerja,seseorang berserah diri dalam solatnya atas kejadian 1 hari tersebut.
3.Keserasian adalah kecocokan antara satu sama
lain/sebuah pasangan lawan jenis yang saling mencintai.contoh: memiliki hobi
yang sama satu sama lain.
4.Makna kehalusan adalah kelembutan seseorang kepada
orang lain secara spontan.contoh: seorang kakak memberikan nasihat kepada
adiknya dengan ucapan yang halus dan lembut.
5.Perbedaan keindahan
Keindahan obyektif adalah keindahan yang memang ada pada
obyeknya,yang diharuskan menerima sebagaimana mestinya
Keindahan subyektif adalah keindahan yang biasanya ditinjau
dari segi subyek yang diharuskan menghayatinya
6.Faktor-faktor yang mendorong seseorang menciptakan
keindahan adalah :
-Seseroang itu menyukai seni
-Seseorang tersebut adalah seniman
-Seseorang itu ingin terlihat damai dan tentram bila
menciptakan keindahan
-Seseorang itu adalah pendekorasi sebuah
ruangan/kamar/gedung
Cerita pendek tentang “Manusia dan keindahan”
Yang berjudul LINGKUNGANKU MASA DEPANMU
Ani adalah murid yang sekolah di
SD Pertiwi, Kota Jakarta. Sekarang Ani kelas 3 SD. Ani adalah anak yang sangat
cinta terhadap kebersihan, baik di sekolah, di rumah dan dimanapun ia berada.
Ani adalah anak dari bapak Erik dan ibu Ratsih, yang dikaruniai 3 orang anak. Ketiganya perempuan yaitu yang sulung bernama Lulu, yang sekarang sekolah di SMA 25 Jakarta, yang tengah bernama Ani dan yang bungsu bernama Silvia, sekarang kelas 1 di SD Pertiwi.
Ani adalah anak dari bapak Erik dan ibu Ratsih, yang dikaruniai 3 orang anak. Ketiganya perempuan yaitu yang sulung bernama Lulu, yang sekarang sekolah di SMA 25 Jakarta, yang tengah bernama Ani dan yang bungsu bernama Silvia, sekarang kelas 1 di SD Pertiwi.
Keluarga Ani sangat sederhana,
bapak Erik adalah seorang guru dan ibu Ratsih seorang penjahit pakaian pesanan
di rumahnya. Ani adalah anak paling patuh pada kedua orangtuanya kecuali pada
kakaknya, ia sering bandel jika disuruh kakaknya melakukan sesuatu, banyak saja
alasan yang ia berikan pada sang kakak.
Saat di dalam kelas, pada saat jam
pelajaran IPS berlangsung, “Ani! Ani!” kata Ayu teman dekat Ani sekaligus teman
sebangkunya, Ani yang melamun tidak bergerak sedikitpun, Ayu menggunakan trik
lain yaitu dengan mencabut bulu ayam dari kemoceng yang tergantung di lemari
dekatnya, bulu ayam tersebut diletakkan di telinga Ani, “aduh!!” seru Ani yang
terbangun dari lamunannya dan sedikit kesal, sedangkan Ayu tidak tahan menahan
ketawa.
“Ayu! Kamu jahat” kata Ani dengan nada pelan, “habis kamu dipanggil diam aja, makannya tidak ada cara lain selain menggunakan bulu ayam. Makasih ya bulu ayam, telah menolong Ayu membangunkan Ani” balas Ayu dengan ketawa. Ani hanya cemberut karena tidak tahu apa yang akan dia jawab.
“Ayu! Kamu jahat” kata Ani dengan nada pelan, “habis kamu dipanggil diam aja, makannya tidak ada cara lain selain menggunakan bulu ayam. Makasih ya bulu ayam, telah menolong Ayu membangunkan Ani” balas Ayu dengan ketawa. Ani hanya cemberut karena tidak tahu apa yang akan dia jawab.
Sekolah hari ini tidak seperti
biasanya, anak-anak pulang lebih cepat karena guru-guru di sekolah mengadakan
rapat untuk ujian naik kelas. Hari ini Ani pulang dengan Silvia, berbeda dari
biasanya Ani pulang dengan Ayu karena Ayu dijemput ayahnya, yang tidak tahu apa
alasannya, oleh karena itu Ani pulang dengan adiknya.
Rumah Ani tidak jauh dari sekolah,
bisa ditempuh dengan jalan kaki saja. Di perjalanan mereka berdua hanya diam
karena hanyut dalam angan pikiran masing-masing. Silvia memikirkan kalau dia
naik kelas pasti sangat senang, sedangkan Ani memikirkan kalau tamat SD nanti
ia mau sekolah dimana.
Akhirnya mereka berdua tiba di
rumah, mereka melepaskan sepatunya di luar dan meletakkannya di rak sepatu dan
masuk ke dalam rumah. Di rumah ibu sedang menjahit di ruangan tengah.
“Assalamu’alaikum” kata Ani dan Silvia berbarengan, “Wa’alaikum salam” kata ibu yang sedang menjahit dengan serius tanpa memandang mereka berdua. “Kok, sekarang pulang sekolahnya cepat An?” kata ibu yang sedang memasukkan benang ke dalam lubang jarum mesin jahit, “tadi guru-guru di sekolah rapat Bu” jawab Silvia yang tidak ditanya malah menyambar menjawab, Ani hanya terdiam. “Rapat tentang apa?” tanya ibu kembali yang masih sedang memasukkan benang ke jarum yang sejak tadi tidak masuk-masuk, “rapat untuk ujian naik kelas Bu!” Jawab Ani yang tidak mau kalah dengan adiknya.
“Assalamu’alaikum” kata Ani dan Silvia berbarengan, “Wa’alaikum salam” kata ibu yang sedang menjahit dengan serius tanpa memandang mereka berdua. “Kok, sekarang pulang sekolahnya cepat An?” kata ibu yang sedang memasukkan benang ke dalam lubang jarum mesin jahit, “tadi guru-guru di sekolah rapat Bu” jawab Silvia yang tidak ditanya malah menyambar menjawab, Ani hanya terdiam. “Rapat tentang apa?” tanya ibu kembali yang masih sedang memasukkan benang ke jarum yang sejak tadi tidak masuk-masuk, “rapat untuk ujian naik kelas Bu!” Jawab Ani yang tidak mau kalah dengan adiknya.
Ani dan Silvia masuk ke dalam kamar
untuk mengganti pakaian, setelah mengganti pakaian, mereka mengambil piring dan
langsung memasukkan nasi yang ada di rice cooker ke dalam piring, mereka makan
dengan lahap walaupun lauknya hanya sederhana, setelah kenyang Ani mencuci
piring di dapur.
Setelah mencuci piring, mereka
berdua langsung belajar karena akan ujian naik kelas. Belajar sepulang sekolah
adalah kegiatan rutin mereka sampai pukul 15.30, setelah belajar mereka shalat
berjamaah dengan diimami oleh ibu karena ayah belum pulang dari mengajar.
Setelah shalat, Silvia seperti
biasa pergi bermain ke rumah temannya, sedangkan Ani membantu ibu membersihkan
rumah dan halaman. Halaman rumah Ani sangat bersih karena Ani sering
membersihkan halamannya. Di samping rumah Ani ada terdapat pohon Mangga yang
rimbun daunnya, Ani selalu menyapu daun mangga yang berguguran. Selain itu Ani
suka menanam bunga di halamannya, agar rumahnya terlihat lebih indah dan asri.
Pukul 17.05 Ayah Ani pulang dari
mengajar, Ayah Ani pulang dengan taksi langganannya karena jarak tempat
mengajar ke rumah cukup jauh. Ani menyambut ayah yang baru pulang dengan
menyiapkan segelas air putih dan sepiring kue kering.
Sudah pukul 17.30, Lulu belum juga
pulang dari sekolah. Ayah, Ibu, Ani dan Silvia sudah berkumpul di ruang tengah
menonton televisi. Beberapa lama kemudian, Lulu sampai di rumah, “Kak, kenapa
hari ini pulangnya terlambat?” tanya Ani dengan penuh penasaran, “tadi di
sekolah ada acara Go Green Event” jawab kakaknya pendek. “Apa itu Go Green
Event Kak?” Tanya Ani tambah penasaran, “acara penanaman pohon” jawab kakaknya,
Ani hanya diam tidak mau bertanya lagi, takut nanti kakaknya marah karena
kakaknya kelihatan capek.
Mereka bertiga sekamar, saat sudah
jam 21.30 Ani dan Lulu disuruh ibu untuk tidur supaya besok tidak kesiangan
sedangkan Silvia sudah tidur duluan. Di kamar, Ani bertanya pada kakaknya
sembari menghidupkan lampu tidur, “Kak, kenapa ya di tempat tinggal kita
sedikit pepohonan?”, Lulu yang sudah menarik selimut menjawab dengan suara sayu
“karena setiap pohon yang ditanam selalu ditebang untuk pembangunan rumah,
pembuatan perabot, dan lain lain”. Mendengar jawaban kakaknya, Ani
mangut-mangut. Sebelum kakaknya keburu tidur, Ani bertanya lagi “oh ya Kak,
kenapa di Jakarta sering banjir Kak?” Lulu tidak menjawab lagi karena sudah
tidur akibat kelelahan. Ani hanya terdiam menatap langit langit rumahnya,
sambil memikirkan jawabannya.
Keesokan pagi, Lulu membangunkan Ani,
“An, ayo bangun! Kita shalat subuh berjamaah”, Ani menjawab dengan suara parau
“sebebentar lagi Kak, masih ngantuk”, Lulu dengan sedikit kesal berkata pada Ani
yang masih tidur, karena Ani selalu susah dibangunkan, “ayo cepat bangun, nanti
waktu subuhnya habis, pokoknya cepat bangun!” Lulu yang mulai kesal membuat Ani
langsung bangun dan mereka shalat subuh berjamaah diimami sang ayah.
Hari ini adalah hari Minggu, Ani dan
keluarga pergi jalan-jalan ke Puncak Bogor dengan taksi langganan ayah, mereka
berangkat pagi-pagi menghindari macet kalau kesiangan berangkat.
Setiba di Puncak, mereka sangat
senang karena mereka bisa melihat pepohonan yang rimbun, mata terasa segar saat
melihat dedaunan yang bewarna hijau. Mereka terbiasa untuk menjaga kebersihan,
dan terusik jika melihat sampah berserakan dimana mana. Dengan senang hati Ani
mengambil sampah yang berserakan begitu juga kakak dan adiknya. Ayah dan Ibu
tersenyum dengan tingkah anak-anaknya.
Melihat Ani, kakak dan adiknya yang
memungut sampah disana, beberapa orang yang berkunjung juga ikut memungut
sampah itu. Tempat tersebut menjadi bersih dan indah dipandang mata. Ani, kakak
dan adiknya bermain sepuasnya hingga waktu makan siang. Mereka makan siang
dengan lahap dengan bekal yang sudah disiapkan ibu dari rumah.
Setelah makan siang, Ani memulai
pembicaraan, “Bu! Enak ya, udara di sini sangat segar”, Lulu menyahut, “karena
disini banyak oksigennya Ani” Ani menjawab, “yee… Ani kan nanya sama Ibu bukan
sama kak Fris” . “Iya Ani, di sini pepohonan sangat banyak, maka daun pohon
tersebut mengeluarkan oksigen yang sangat kita perlukan” kata ibu pada Ani,
“oo, jadi pohon itu sangat penting ya Bu?”, tanya Ani kembali. “Sangat penting,
karena tanpa pohon kita akan kekurangan oksigen, tanpa pohon juga bisa terjadi
banjir, tanah longsor, dan banyak lagi” jawab ibu menjelaskan pada Ani. Ani
mengangguk paham.
Liburan hari ini menyenangkan, Ani
dan keluarga pulang ke rumah menjelang sore. Di perjalanan pulang, Ani berjanji
dalam hati bahwa ia akan menjaga pohon Mangga dan bunga yang ada di halamannya
sebagai salah satu hal yang bisa ia lakukan menjaga kelestarian alam.
Esok harinya, sepulang sekolah, Ani
memberi pupuk pohon Mangganya dengan pupuk kandang yang diletakkan Ayah di
belakang rumah, Ani berharap semoga pohon Mangganya tumbuh makin besar, rindang
dan banyak buahnya.
Hari-hari pun berlalu, besok adalah
hari pertama ujian naik kelas, Ani berharap semoga dia dapat menjawab soal-soal
yang di berikan dengan mudah. Malam harinya Ani belajar untuk ujian besok, Ani
juga berdoa agar ujian besok lancar. Setiap hari dia persiapkan sebaik-baiknya
mengahadapi ujian.
Hari-hari ujian telah dia lewati
dengan baik, setelah ujian Ani menyerahkan semuanya pada Yang Esa. Hingga hari
penentuan naik kelas pun tiba. Saat penentuan rangking kelas, Ani
berdebar-debar karena semester yang lalu ia mendapatkan rangking 4 dan dia
berharap semester ini bisa mendapatkan rangking yang lebih baik lagi.
Saat pengumuman peringkat kelas 3, “Rangking 5 diperoleh Dewita Diana Putri, rangking 4 diperoleh Syifa Anggita Murni” kata Kepala Sekolah. Ani semakin berebar mengikuti pengumuman tersebut, dan cemas jika ia tidak mendapatkan rangking pada semester ini. Ani berdoa kepada Allah, agar dia mendapatkan rangking pada semester 2 ini. Bapak sekolah melanjutkan pengumuman nya, “Rengking 3 diperoleh…” Ani menutup matanya, dia semakin berdebar dan terus berdoa pada Allah, “Fannisa Ani Humaira” Ani sungguh tak percaya, akhirnya dia mendapatkan rangking 3, dia sangat senang karena perjuangannya berbuah hasil yang memuaskan. Ia sangat bersyukur kepada Allah.
Saat pengumuman peringkat kelas 3, “Rangking 5 diperoleh Dewita Diana Putri, rangking 4 diperoleh Syifa Anggita Murni” kata Kepala Sekolah. Ani semakin berebar mengikuti pengumuman tersebut, dan cemas jika ia tidak mendapatkan rangking pada semester ini. Ani berdoa kepada Allah, agar dia mendapatkan rangking pada semester 2 ini. Bapak sekolah melanjutkan pengumuman nya, “Rengking 3 diperoleh…” Ani menutup matanya, dia semakin berdebar dan terus berdoa pada Allah, “Fannisa Ani Humaira” Ani sungguh tak percaya, akhirnya dia mendapatkan rangking 3, dia sangat senang karena perjuangannya berbuah hasil yang memuaskan. Ia sangat bersyukur kepada Allah.
Kepala sekolah melanjutkan
pengumumannya, yang sempat berhenti karena ada sorakan bahagia, “rangking 2
didapat oleh Ayu Jelita Pertiwi” Ani pun memberikan selamat pada Ayu yang dulu
mendapatkan rangking 3, Ayu juga sering menjadi tempat bertanya Ani saat Ani
kurang mengerti pelajaran dan mereka juga sering belajar bersama. “Selamat ya
Ayu!” kata Ani dengan gembira, “selamat juga buat Kamu” balas Ayu dengan hati
yang sedang berbunga bunga.
Adik Ani, Silvia mendapatkan
rangking 3 di kelas 1, Ani juga mengucapkan selamat pada Adiknya, yang
akhir-akhir ini semangat dalam belajar. Pembagian rapor semester 2 ini di
hadiri oleh orangtua murid karena ada beberapa hal yang akan disampaikan kepada
orangtua murid.
Setelah menunggu beberapa menit,
Ibu Ani dipanggil oleh wali kelas 3 yaitu pak Ridwan, “Ibu Ratsih, nilai Ani
meningkat dibanding semester yang lalu. Selamat ya Bu, tolong ibu ingatkan Ani
untuk lebih giat belajar. Semoga di kelas 4 nanti Ani mendapatkan peringkat
yang lebih tinggi” kata pak Ridwan. “Ya Pak, ini juga berkat bimbingan Bapak
selama ini di kelas”, Ibu Ratsih tersenyum, “terima kasih banyak Pak!”,
“sama-sama” jawab Pak Ridwan.
Selanjutnya ibu Ratsih mengambil
rapor Silvia di kelas 1, yang diserahkan oleh wali kelas ibu Rahmi, “ibu
Silvia, selamat atas anaknya yang mendapatkan rangking 3, semoga cara belajar
Silvia ditingkatkan lagi dan belajar lebih rajin, untuk bermain tolong
dikurangi, agar Silvia memiliki waktu yang banyak untuk belajar” Kata ibu Rahmi
dengan senang hati.
Setelah pembagian rapor, Ani,
Silvia dan ibu pulang dengan hati yang senang. Setiba di rumah, Ani dan Silvia
memberikan rapornya pada Ayah dan kakaknya. Ayah memberikan Selamat pada Ani
dan Silvia agar prestasinya dipertahankan dan belajarnya ditingkatkan lagi,
sedangkan kakaknya memberikan dukungan agar Ani dan Silvia semakin semangat
belajar.
Esok harinya mereka bertiga
menikmati liburan selama 2 minggu dengan membersihkan rumah dan halaman. Ani
tidak lupa memberi pupuk untuk pohon Mangganya agar tumbuh besar dan memiliki
daun rindang dan buah lebat.
Setelah membersihkan halaman, Lulu
dan Ani memilih sampah yang ada di jalan depan rumahnya, karena mereka sangat
cinta terhadap lingkungan, mereka tidak ingin di sekitar rumahnya kotor. Keluarga
bapak Erik sangat suka terhadap kebersihan. Setelah bergotong royong, mereka
istirahat di dalam rumah sambil berbincang bincang, “An, kamu mau tidak
menemani nenek di Kampung?” ayah memulai pembicaraan, “Di Bukittinggi Yah?”
jawab Ani, “iya, di Sumatera Barat” kata Ayah pada Ani, “kenapa emangnya Yah?”
Tanya Ani balik, Lulu hanya diam karena sebelumnya sudah tahu dan Silvia ingin
tahu,“ karena semenjak kakek meninggal, nenek tinggal sendirian. Kamu mau tidak
menemani nenek di sana?” Ayah melanjutkann pembicaraan.
Ani hanya diam memandang Ayah, Ibu,
kakaknya dan adiknya yang hatinya mulai sedih, “tapi Yah, apakah Ani sendiri
yang menemani nenek, Ani kan juga ingin tinggal dengan ibu, kakak dan adik”,
kata Ani dengan mata mulai berkaca-kaca. “Kalau begitu Lulu dengan Ani aja yang
menemani Nenek”, kata Ayah. Ani hanya diam, tidak tau apa yang akan dijawab, “Ani
tidak mau ninggalin Silvia, tapi Ani juga sedih kalau nenek tinggal sendirian”
kata Ani pada ayah, “adikmu, tinggal saja dulu dengan ayah dan ibu” kata ibu.
Ania terdiam dan berpikir, “iya deh, Ani temanin nenek di kampung, tapi sampai kapan Ani di sana?” tanya Ani pada ayah, “kalau masalah itu, Ani jangan pikirkan dulu. Sekarang Ayah akan mengurus surat-surat pindah sekolah juga untuk kakakmu” jawab ayah. Ani hanya diam, Lulu menguatkan hati adiknya untuk tinggal dengan nenek “An, tidak apa-apa kita nemanin nenek di kampung ya, tar disana kita bisa melihat daerah yang lebih asri di banding Jakarta. Disana masih banyak hutan dan kebunnya”. Ayah dan ibu ternyata sudah membicarakan hal ini kepada Lulu.
Ania terdiam dan berpikir, “iya deh, Ani temanin nenek di kampung, tapi sampai kapan Ani di sana?” tanya Ani pada ayah, “kalau masalah itu, Ani jangan pikirkan dulu. Sekarang Ayah akan mengurus surat-surat pindah sekolah juga untuk kakakmu” jawab ayah. Ani hanya diam, Lulu menguatkan hati adiknya untuk tinggal dengan nenek “An, tidak apa-apa kita nemanin nenek di kampung ya, tar disana kita bisa melihat daerah yang lebih asri di banding Jakarta. Disana masih banyak hutan dan kebunnya”. Ayah dan ibu ternyata sudah membicarakan hal ini kepada Lulu.
Pada saat di kamar, Ani bertanya
pada kakaknya, “Kak! Kak beneran mau tinggal dengan Nenek?” kakaknya menjawab,
“mau aja, kakak juga belum pernah ke sana, namun cerita ayah dan ibu disana
lebih indah dari pada sini, pasti akan sangat menyenangkan di sana”, Lulu
menyemangati adiknya. Ani hanya diam, dia membayangkan bagaimana ia nanti di
sana.
Keesokan hari, setelah Ani berfikir
panjang, akhirnya dia membulatkan tekad untuk tinggal dan sekolah di kampung
bersama nenek. Sebenarnya ada perasaan penasaran juga di pikirannya mengenai
keadaan kampung neneknya yang masih asri dan sepertinya akan menjadi pengalaman
yang seru juga nantinya bersama kakak.
Ani bersiap-siap dan menyiapkan
pakaian yang akan dibawa, termasuk Lulu yang juga menyiapkan buku-buku, Silvia
hanya diam melihat dari daun pintu kamarnya, ada perasaan sedih juga
menghampirinya karena akan ditinggalkan. Lama kelamaan air mata Silvia
berlinang, mendengar isak tangis Silvia, Ani dan Lulu berhenti membereskan
pakaian mereka. Pada saat itu Ibu dan Ayah tidak ada di rumah, karena pergi
membeli tiket pesawat untuk keberangkatannya ke kampung.
Ani mendekati Silvia, “Sil, Kamu
kenapa?” tanya Ani dengan hati yang juga sedih pada Adiknya, “Silvia sedih,
siapa yang akan jadi teman main Silvia nanti kalau kakak pergi?” katanya sedih.
“Kakak juga gak mau ninggalin kamu Sayang, tapi kalau kakak tidak pergi,
kasihan kan Nenek yang tinggal sendirian di kampung, Kakak janji akan sering
menelpon Silvia jika kakak tidak sibuk ya”. “Silvia juga telpon kakak jika
Silvia kangen sama Kakak dan Kak Ani ya” kata Lulu, “Iya adik ku, Kakak juga
akan nelpon kamu jika kakak juga kangen sama Adik kakak yang Imut” kata Ani
menghibur Silvia, “ya deh, Kakak janji ya, nelfon Silvia”, kata Silvia yang
hatinya tidak sedih lagi, “Iya kakak janji” kata Ani.
Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya
tiba, hari ini Ani dan Lulu akan pergi ke kampung. Tidak hanya mereka berdua,
Silvia, Ibu dan Ayah juga ikut pulang ke kampung. Mereka pergi dengan pesawat,
baru kali ini mereka naik pesawat.
Di atas pesawat, pemandangannya
sangat Indah, apalagi kalau Pulau Sumatera dari atas semuanya hijau, mata Ani
tidak lepas dari pandangannya ke bawah, karena ini adalah pengalaman yang
paling mengesankan baginya, di dalam hati dia berkata, “Sungguh indahnya,
kehijauan yang menyelimuti pulau Sumatera, Subhanallah.”
Beberapa jam kemudian, Mereka tiba
di Bandara Internasional Minangkabau, Bandar udara yang terletak di kota
Padang. Berbeda dengan Jakarta, di sini banyak pepohonan yang membuat udara
semakin sejuk. Tempat tinggal nenek berada di Kota Bukittinggi, sekitar 2 jam
perjalanan dari bandara. Mereka naik taksi menuju Bukittinggi. Saat di atas
mobil, Ani membayangkan betapa indahnya nanti di kampung nenek, sedangkan di
padang sudah Indah. Ani sibuk saja menghayal, sedangkan Kakak sedang menelpon
teman-temannya di Jakarta, Lain hal dengan Silvia, dia nyenyak tidur karena
kelelahan.
Di Tengah perjalanan ke
Bukittinggi, Pada saat tiba di Lembah Anai, mereka berhenti sejenak. Mata Ani
tertegun melihat air terjun yang jatuh dari ketinggian, rasanya segar sekali
melihat curahan air terjun tersebut. Namun karena mareka ingin cepat sampai di
Bukittinggi, mereka hanya sejenak disana. Perjalanan ke Bukittinggi
dilanjutkan.
Sesampai di rumah nenek,
“Assalamu’alaikum Nek!” kata Kak Lulu, Ani dan Silvia, “Wa’alaikumsalam, Ondeh!
Lah tibo cucu ambo di siko!” kata Nenek dengan bahasa daerah Minangkabau,
walaupun Ani tidak bisa bahasa Minang, tapi Dia mengerti karena ayahnya sering
berbahasa Minang di rumah.
Setelah berbincang bincang dengan
nenek, Ani masuk ke kamar yang telah di siapkan nenek. Di rumah nenek terdapat
3 kamar. Ani, Lulu, dan Silvia tidur satu kamar. Mereka memasukkan baju ke
dalam lemari, lalu bermain di halaman nenek yang cukup luas. Di sudut halaman
ada pohon Rambutan yang sedang berbuah, dengan spontan Lulu mengambil galah
yang ada di bawah pohon Rambutan itu dan mengambil Rambutan itu menggunakan
galah. Ani dan Silvia mengumpulkan Rambutan yang berjatuhan. Kemudian membawa
Rambutan itu ke dalam rumah dan memakannya bersama ayah, ibu dan nenek.
Pada sore hari, Ayah mengajak Ani
dan Silvia untuk berkeliling di kampung, sedangkan Lulu membantu ibu dan nenek
menyiapkan makan malam. Ayah mengajak Ani dan Silvia ke Sawah, Ani sungguh
kagum melihat pemandangannya yang sangat indah, hamparan padi kehijauan yang
luas terbentang hingga bukit barisan. Sungguh pemandangan yang menakjubkan bagi
mereka yang sehari-hari berada di tengah keramaian kota yang disana sini hanya
ada bangunan megah yang terkadang disisipi oleh pemukiman kumuh. Ani juga suka
naik dan menurun pematang sawah, yang belum pernah Dia lakukan sebelumnya.
Puas melihat keindahan alam di
kampung, mereka pulang karena cahaya mentari pun sudah mulai merona merah
menandakan waktu magrib sebentar lagi masuk. Saat perjalanan pulang, ayah
bertemu dengan teman lamanya, ayah kelihatan sangat senang. Saat ayah
berbincang-bincang, Ani dan Silvia asyik memandang kunang-kunang yang terbang
disana sini, cahaya yang dihasilkan sungguh indah bewarna warni, begitu juga
dengan pohon di sekelilingnya yang sangat rimbun dan kicauan burung menghiasi
sore menjelang malam itu. Mereka berdua diam terpesona dengan keindahan itu.
Setiba di rumah mereka shalat
Magrib berjamaah yang di imami oleh ayah, setelah shalat dan mengaji mereka
makan bersama-sama. Mereka makan dengan hidangan yang spesial, yaitu rendang. Ani
menikmati makan malam ini, karena rendang merupakan lauk favoritnya apalagi
buatan nenek lebih enak daripada yang biasa dibeli ibu di pasar.
Keesokan harinya bertepatan dengan
hari Minggu, warga di sekitar kampung melakukan kegiatan rutin mereka yaitu
bergotong royong menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan. Warga di sini
memang terkenal dengan kecintaannya terhadap lingkungan. Mereka membersihkan
jalan, selokan dan sungai agar bebas dari sampah. Sungai di sini sangat bersih,
airnya jernih dan banyak ikannya, nenek menjanjikan kepada kami menangkap ikan
di sungai ini, Ani sangat senang mendengarnya.
Warga disini tidak mau membuang
sampah sembarangan, tempat sampah telah disediakan di pinggir jalan. Disana
tersedia tempat sampah organik yaitu sampah yang bisa dibusukkan dan sampah
anorganik yang tidak bisa dibusukkan. Setiap hari Minggu warga membakar sampah
anorganik yang diolah sendiri oleh warga untuk dijadikan pupuk.
Ayah, Ani, Lulu dan Silvia juga ikut bergotong royong, karena bekerja besama-sama akan lebih cepat selesainya. Ani dan Silvia membantu mencabut rumput di pinggir jalan dan memberi pupuk untuk tanaman yang ditanam di sepanjang jalan.
Ayah, Ani, Lulu dan Silvia juga ikut bergotong royong, karena bekerja besama-sama akan lebih cepat selesainya. Ani dan Silvia membantu mencabut rumput di pinggir jalan dan memberi pupuk untuk tanaman yang ditanam di sepanjang jalan.
Hari-hari terasa berlalu dengan
cepat. Akhirnya sampai juga pada hari Ibu, Ayah dan Silvia balik ke Jakarta,
sedangkan Ani dan Lulu tinggal bersama nenek. Wajar jika kesedihan menyelimuti
perasaan Lulu dan Ani kerena akan berpisah dengan ayah, ibu dan adiknya.
Selepas berpamitan, Ibu, Ayah dan
Silvia telah ditunggu oleh taksi yang dipesan oleh Ayah beberapa hari yang
lalu. Mereka melepas keberangkatan ayah, ibu, dan Silvia dengan berlinang air
mata. Untuk menghibur mereka, nenek mengajak Ani dan Lulu memancing ikan di
sungai dan membuat ikan bakar. Ani dan Lulu memulai hari baru di kampung yang
asri dan indah. Mereka menyadari, mecintai lingkungan sejak kecil merupakan
langkah awal merajut masa depan yang cemerlang.
Sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/lingkunganku-masa-depanku.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar